Label

Kamis, 01 November 2012

Undang-undang anti pornografi dan pornoaksi

21
Lampiran 2
UNDANG-UNDANG ANTI
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang Undang ini yang
dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah substansi dalam
media atau alat komunikasi yang
dibuat untuk menyampaikan gagasangagasan
yang mengeksploitasi

seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuatan
mengeksploitasi seksual, kecabulan,
dan/atau erotika di'muka umum.
3. Media massa cetak adalah alat atau
sarana penyampaian informasi dan
pesanpesan secara visual kepada
masyarakat luas berupa barang-barang
cetakan massal antara lain buku,
suratkabar, majalah, dan tabloid.
4. Media massa elektronik adalah alat
atau sarana penyampaian informasi
dan pesanpesan secara audio dan/atau
visual kepada masyarakat luas antara
lain berupa radio, televisi, film, dan
yang dipersamakan dengan film.
5. Alat komunikasi medio adalah sarana
penyampaian informasi dan pesanpesan
secara audio dan/atau visual
kepada satu orang dan/atau sejumlah
orang tertentu antara lain berupa
telepon, Short Message Service,
Multimedia Messaging Service, surat,
pamflet, leaflet, booklet, selebaran,
poster, dan media elektronik baru
yang berbasis komputer seperti
internet dan intranet.
6. Barang pornografi adalah semua
benda yang materinya mengandung
sifat pornografi antara lain dalam
bentuk buku, suratkabar, majalah,
tabloid dan media cetak sejenisnya,
film, dan/atau yang dipersamakan
dengan film, video, Video Compact
Disc, Digital Video Disc, Compact
Disc, Personal Computer-Compact
Disc Read Only Memory, dan kaset.
7. Jasa pornografi adalah segala jenis
layanan pornografi yang diperoleh
antara lain melalui telepon, televisi
kabel, internet, dan komunikasi
elekronik lainnya, dengan cara
memesan atau berlangganan barangbarang
pornografi yang dapat
diperoleh secara langsung dengan cara
menyewa, meminjam, atau membeli.
8. Membuat adalah kegiatan atau
serangkaian kegiatan memproduksi
materi media massa cetak, media
massa elektronik, media komunikasi
lainnya, dan barangbarang pornografi.
9. Menyebarluaskan adalah kegiatan
atau serangkaian kegiatan
mengedarkan materi media massa
cetak, media massa elektronik, mediamedia
komunikasi lainnya, dan
mengedarkan barang-barang yang
mengandung sifat pornografi dengan
cara memperdagangkan,
memperlihatkan, memperdengarkan,
mempertontonkan, mempertunjukan,
menyiarkan, menempelkan, dan/atau
menuliskan.
10. Menggunakan adalah kegiatan
memakai materi media massa cetak,
media massa elektronik, alat
komunikasi medio, dan barang
dan/atau jasa pornografi.
11. Pengguna adalah setiap orang yang
dengan sengaja menonton/
22
menyaksikanpornografi dan/atau
pornoaksi.
12. Setiap orang adalah orang
perseorangan, perusahaan, atau
distributor sebagai kumpulan orang
baik berupa badan hukum maupun
bukan badan hukum.
13. Pemerintah adalah Menteri atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh
Presiden.
14. Mengeksploitasi adalah kegiatan
memanfaatkan perbuatan pornoaksi
untuk tujuanmendapatkan keuntungan
materi atau non materi bagi diri
sendiri dan/atau oranglain.
15. Hubungan seks adalah kegiatan
hubungan perkelaminan balk yang
dilakukan oleh pasangan suami-isteri
maupun pasangan lainnya yang
bersifat heteroseksual, homoseks atau
Iesbian.
16. Anak-anak adalah seseorang yang
belum berusia 2 (dua belas) tahun
17. Dewasa adalah seseorang yang telah
berusia 12 (dua betas) tahun keatas.
18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis
layanan pornoaksi yang dapat
diperoleh secaralangsung atau melalul
perantara, baik perseorangan maupun
perusahaan.
19. Perusahaan adalah kumpulan orang
dan/atau kekayaan yang terorganisasi,
baik berupa badan hukum maupun
bukan badan hukum.
20. Orang lain adalah orang selain suami
atau istri yang sah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Kedua
Asas dan Tujuan
Pasal 2
Pelarangan terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi serta perbuatan dan
penyelenggaraan pornoaksi berasaskan
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan memperhatikan
nilai-nilai budaya, susila, dan moral,
keadilan, perundungan hukum, dan
kepastian hukum.
Pasal 3
Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia yang
beriman dan bertakwa dalam rangka
membentuk masyarakat yang
berkepribadian luhur kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Memberikan perlind`ungan,
pembinaan, dan pendidikan moral dan
akhlak masyarakat
BAB II
LARANGAN
Bagian Pertama
Pornografi
Pasal 4
Setiap orang dilarang membuat tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang
dapat disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh
tertentu yang sensual darf orang dewasa.
Pasal 5
Setiap orang dilarang membuat tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang
dapat disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan
tubuh orang dewasa.
Pasal 6
Setiap orang dilarang membuat tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang
dapat disamakan dengan film, syair lagu,
23
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik tubuh
.atau.bagian-bagian tubuh orang yang
menari erotis atau bergoyang erotis. .
Pasal 7
Setiap orang dilarang membuat tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang
dapat disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tank aktivitas orang
yang berciuman bibir.
Pasal 8
Setiap orang dilarang membuat tulisan,
suara atau rekaman suara, film atau yang
dapat disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang
yang melakukan masturbasi atau onani.
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan pasangan
berlawanan jenis.
(2) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan pasangan
sejenis.
(3) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan orang
yang telah meninggal dunia.
(4) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan hewan.
Pasal 10
(1) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik orang
berhubungan seks dalam acara pesta
seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang dalam pertunjukan seks.
Pasal 11
(1) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
anak-anak yang melakukan
24
masturbasi, onani danlatau hubungan
seks.
(2) Setiap orang dilarang membuat
tulisan, suara atau rekaman suara, film
atau yang dapat disamakan dengan
film, syair lagu, puisi, gambar, foto,
dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik aktivitas
orang yang melakukan hubungan seks
atau aktivitas yang mengarah pada
hubungan seks dengan anak-anak.
Pasal 12
Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapat disamakan
dengan film, syair lagu, puisi, gambar,
foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh
tertentu yang sensual dari orang dewasa
melalui media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi media.
Pasal 13
Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapat disamakan
dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto
dan/atau lukisan yang mengeksploitasi
daya tarik ketelanjangan tubuh melalui
media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi media.
Pasal 14
Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapat disamakan
dengan film, syair lagu, puisi, gambar,
foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tarik tubuh atau
bagian-bagian tubuh orang yang menari
erotis atau bergoyang erotis melalui media
massa cetak, media massa elektronik
dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 15
Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapat disamakan
dengan film, syair lagu, puisi, gambar,
foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi aktivitas orang yang
berciuman bibir melalui media massa
cetak, media massa elektronik dan/atau alat
komunikasi media.
Pasal 16
Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan atau
menempelkan tulisan, suara atau rekaman
suara, film atau yang dapat disamakan
dengan film, syair lagu, puisi, gambar,
foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi aktivitas orang yang
melakukan masturbasi atau onani melalui
media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi media.
Pasal 17
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan pasangan
berlawanan jenis melalui media massa
cetak, media massa elektronik
dan/atau alat komunikasi media
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
25
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan pasangan
sejenis melalui media massa cetak,
media massa elektronik dan/atau alat
komunikasi media.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan cara
sadis, kejam, pemukulan, sodomi,
perkosaan, dan cara-cara kekerasan
lainnya melalui media massa cetak,
media massa elektronik dan/atau alat
komunikasi media.
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan orang
yang telah meninggal dunia melalui
media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi
media
(5) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan hewan
melalui media massa cetak, media
massa elektronik dan/atau alat
komunikasi medio.
Pasal 18
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam acara pesta seks melalui media
massa cetak, media massa elektronik
dan/atau alat komunikasi medio.
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam pertunjukan seks melalui media
massa cetak, media massa elektronik
dan/atau alat komunikasi medio.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas anakanak
dalam melakukan masturbasi
atau onani melalui media massa cetak,
media massa elektronik dan/atau alat
komunikasi medio.
26
(2) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas anakanak
dalam berhubungan seks melalui
media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi
medio.
(3) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks dengan
anak-anak melalui media massa cetak,
media massa elektronik dan/atau alat
komunikasi medio.
(4) Setiap orang dilarang menyiarkan,
memperdengarkan, mempertontonkan
atau menempelkan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu,
puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan
yang mengeksploitasi aktivitas orang
dalam berhubungan seks atau
melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan anakanak
dengan cara sadis, kejam,
pemukulan, sodomi, perkosaan, dan
cara-cara kekerasan lainnya melalui
media massa cetak, media massa
elektronik dan/atau alat komunikasi
medio.
Pasal 20
Setiap orang dilarang menjadikan diri
sendiri dan/atau orang lain sebagai model
atau obyek pembuatan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu, puisi,
gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi daya tank bagian tubuh
tertentu yang sensual dari orang dewasa,
ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank
tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang
menari erotis atau bergoyang erotis,
aktivitas orang yang berciuman bibir,
aktivitas orang yang melakukan masturbasi
atau onani, orang yang berhubungan seks
atau melakukan aktivitas yang mengarah
pada hubungan seks dengan pasangan
berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang
yang telah meninggal dunia dan/atau
dengan hewan.
Pasal 21
Setiap orang dilarang menyuruh atau
memaksa. anak-anak menjadi model atau
obyek pembuatan tulisan, suara atau
rekaman suara, film atau yang dapat
disamakan dengan film, syair lagu, puisi,
gambar, foto, dan/atau lukisan yang
mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk
melakukan masturbasi, onani, dan/atau
hubungan seks.
Pasal 22
Setiap orang dilarang membuat,
menyebarluaskan, dan menggunakan karya
seni yang mengandung sifat pornografi di
media massa cetak, media massa
elektronik, atau alat komunikasi medio,
dan yang berada di tempat-tempat umum
yang bukan dimaksudkan sebagai tempat
pertunjukan karya seni.
Pasal 23
Setiap orang dilarang membeli barang
pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa
alasan yang dibenarkan berdasarkan
Undang-Undang ini.
27
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang menyediakan
dana bagi orang lain untuk melakukan
kegiatan dan/atau pameran pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 23.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan
tempat bagi orang lain untuk
melakukan kegiatan pornografi
dan/atau pameran pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 23.
(3) Setiap orang dilarang menyediakan
peralatan dan/atau perlengkapan bagi
orang lain untuk melakukan kegiatan
pornografi dan/atau pameran
pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal
23.
Bagian Kedua
Pornoaksi
Pasal 25
(1) Setiap orang dewasa dilarang
mempertontonkan bagian tubuh
tertentu yang sensual.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang
lain untuk mempertontonkan bagian
tubuh tertentu yang sensual.
Pasal 26
(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan
sengaja telanjang di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang
lain untuk telanjang di muka umum.
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir
di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang
lain berciuman bibir di muka umum.
Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang menari erotis
atau bergoyang erotis di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh
orang lain untuk menari erotis atau
bergoyang erotis di muka umum.
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang melakukan
masturbasi, onani atau gerakan tubuh
yang menyerupai kegiatan masturbasi
atau onani di muka umum
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang
lain untuk melakukan masturbasi,
onani, ataugerakan tubuh yang
menyerupai kegiatan masturbasi atau
onani di muka umum.
(3) Setiap orang dilarang menyuruh anakanak
untuk melakukan masturbasi,
onani,atau gerakan tubuh yang
menyerupai kegiatan masturbasi atau
onani.
Pasal 30
(1) Setiap orang dilarang melakukan
hubungan seks atau gerakan tubuh
yang menyerupai kegiatan hubungan
seks di muka umum.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang
lain untuk melakukan hubungan seks
atau gerakan tubuh yang menyerupai
kegiatan hubungan seks di muka
umum.
(3) Setiap orang dilarang melakukan
hubungan seks dengan anak -anak.
(4) Setiap orang dilarang menyuruh anakanak
untuk melakukan kegiatan
hubungan seks atau gerakan tubuh
yang menyerupai kegiatan hubungan
seks.
Pasal 31
(1) Setiap orang dilarang
menyelenggarakan acara pertunjukan
seks.
28
(2) Setiap orang dilarang
menyelenggarakan acara pertunjukan
seks dengan melibatkan anak-anak.
(3) Setiap orang dilarang
menyelenggarakan acara pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang
menyelenggarakan acara pesta seks
dengan melibatkan anak-anak.
Pasal 32
(1) Setiap orang dilarang menonton acara
pertunjukan seks.
(2) Setiap orang dilarang menonton acara
pertunjukan seks dengan melibatkan
anakanak.
(3) Setiap orang dilarang menonton acara
pesta seks.
(4) Setiap orang dilarang menonton acara
pesta seks dengan melibatkan anakanak.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang menyediakan
dana bagi orang lain untuk melakukan
kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan
seks, atau acara pesta seks
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 sampai dengan Pasal 32.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan
tempat bagi orang lain untuk
melakukan kegiatan pornoaksi, acara
pertunjukan seks, atau acara pesta
seks sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.
(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan
peralatan dan/atau perlengkapan bagi
orang lain untuk melakukan kegiatan
pornoaksi, acara pertunjukan seks,
atau acara pesta seks sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 32.
BAB III
PENGECUALIAN DAN PERIZINAN
Bagian Pertama
Pengecualian
Pasal 34
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 23 dikecualikan untuk
tujuan pendidikan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan
dalam batas yang diperlukan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan materi pornografi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbatas pada lembaga riset atau
lembaga pendidikan yang bidang
keilmuannya bertujuan untuk
pengembangan pengetahuan.
Pasal 35
(1) Penggunaan barang pornografi dapat
dilakukan untuk keperluan
pengobatan gangguan kesehatan.
(2) Penggunaan barang pornografi untuk
keperluan gangguan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah mendapatkan rekomendasi
dari dokter, rumah sakit dan/atau
lembaga kesehatan yang mendapatkan
ijin dari Pemerintah.
Pasal 36
(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan
untuk:
a. cara berbusana dan/atau tingkah
laku yang menjadi kebiasaan
menurut adat-istiadat dan/atau
budaya kesukuan, sepanjang
berkaitan dengan pelaksanaanritus
keagamaan atau kepercayaan;
29
b. kegiatan seni;
c. kegiatan olahraga; atau
d. tujuan pendidikan dalam bidang
kesehatan.
(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b hanya dapat
dilaksanakan di tempat khusus
pertunjukan seni.
(3) Kegiatan olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya
dapat dilaksanakan di tempat khusus
olahraga.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (2) harus mendapatkan izin
dari Pemerintah.
(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3)
harus mendapatkan izin dari
Pemerintah.
Pasal 38
1. Pemerintah dapat memberikan izin
kepada setiap orang untuk
memproduksi, mengimpor dan
menyebarluaskan barang pornografi
dalam media cetak dan/atau media
elektronik untuk keperluan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 dan Pasal 35.
2. Setiap orang yang melakukan
penyebarluasan barang pornografi
dalam media cetak dan/atau media
elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan dengan
memenuhi syarat:
a. penjualan barang dan/atau jasa
pornografi hanya dilakukan ,oleh
badan-badan usaha yang memiliki
izin khusus;
b. penjualan barang dan/atau jasa
pornografi secara langsung hanya
dilakukan di tempat-tempat
tertentu dengan tanda khusus;
c. penjualan barang pornografi
dilakukan dalam bungkus rapat
dengan kemasan bertanda khusus
dan segel tertutup;
d. barang pornografi yang dijual
ditempatkan pada etalase tersendiri
yang Ietaknya jauh dari jangkauan
anak-anak dan remaja berusia
dibawah 18 (delapan betas) tahun;
Pasal 39
(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal
38 selanjutnya diatur dengän
Peraturan Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
mengatur pemberian izin dan syaratsyarat
secara umum dan pengaturan
selanjutnya secara khusus diserahkan
kepada daerah seuai dengan kondisi,
adat istiadat dan budaya daerah
masing-masing.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
(1) Setiap warga masyarakat berhak
untuk berperan serta dalam
pencegahan dan penanggulangan
pornografi dan/atau pornoaksi berupa:
a. hak untuk mendapatkan
komunikasi, informasi, edukasi,
dan advokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada
BAPPN terhadap pengedaran
barang dan/atau penyediaan jasa
pornografi dan/atau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke
pengadilan terhadap seseorang,
30
sekelompok orang, dan/atau badan
yang diduga melakukan tindak
pidana pornografi dan/atau
pornoaksi;
d. gugatan perwakilan sebagaimana
dimaksud pada huruf b dilakukan
oleh dan/atau melalui lembaga
swadaya masyarakat yang peduli
pada masalah pornografi dan/atau
pornoaksi.
(2) Setiap warga masyarakat
berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral,
mental spiritual, dan akhlak
masyarakat dalam rangka
membentuk masyarakat yang
berkepribadian luhur, berakhlaq
mulia, beriman, dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membantu kegiatan advokasi,
rehabilitasi, dan edukasi dalam
penanggulangan masalah
pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Setiap warga masyarakat
berkewajiban untuk melaporkan
kepada pejabat yang berwenang
apabila melihat dan/atau mengetahui
adanya tindak pidana pornografi
dan/atau pornoaksi.
BAB VI
PERAN PEMERINTAH
Pasal 52
Pemerintah berwenang melakukan
kerjasama bilateral, regional, dan
multilateral dengan negara lain dalam
upaya menanggulangi dan memberantas
masalah pornografi dan/atau pornoaksi
sesuai dengan kepentingan bangsa dan
negara.
Pasal 53
Pemerintah wajib memberikan jaminan
hukum dan keamanan kepada pelapor
terjadinya tindak pidana pornografi
dan/atau pornoaksi:
Pasal 54
(1) Penyidik wajib menindaklanjuti
laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (7) huruf a.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang tidak menindaklanjuti
laporan terjadinya pornoaksi
dikenakan sanksi administratif,
berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar